Kisah Anak, Ayah, dan Kuda Yang Selalu Salah

Dulu kala, suatu ketika seorang anak bersama bapaknya bepergian menggunakan kuda.

Sayang, kuda yang dimiliki keluarga ini hanya satu.

Karena sang bapak kasihan dengan anaknya yang harus berjalan kaki, menyuruh anaknya menaiki kuda, sedang sang bapak berjalan kaki.

Bertemulah mereka dengan serombongan orang di jalan yang memandanginya.

Seorang di antaranya berkomentar, “Anak tidak tahu diri, yang membiarkan bapaknya berjalan kaki.”


Akhirnya si anak turun dari kuda, dan gantian sang bapak menaiki kuda.

Perjalan dilanjutkan, dan si anak berjalan kaki mengiringi.

Bertemulah mereka dengan rombongan lain di perjalanan.

Seorang di antaranya pun berkomentar, “Bapak tidak punya kasihan dengan anak, enak-enak naik kuda, membiarkan anaknya capek berjalan kaki.”

Sang bapak kemudian mengajak si anak untuk naik kuda bersama-sama.

Dalam perjalanan lanjutan, bertemulah mereka dengan rombongan yang lain. “Orang tidak punya rasa kasihan dengan kuda.

Kuda yang sudah kehabisan tenaga dinaiki dua orang,” komentar salah satu anggota rombongan.

Serba salah! Memang tidak jarang orang cenderung berkomentar menurut pemahamannya yang belum lengkap. Ada apa di balik semua keputusan dan pilihan.

Dalam kasus nyata, hal ini bukan sesuatu yang jarang terjadi, alias sering. Jangan-jangan kita pun termasuk salah satu komentator tadi.

Minimal ada dua moral cerita yang dapat dipetik. 

Pertama, jika Anda memang mempunyai alasan yang kuat untuk memilih atau melakukan sesuatu, lakukan dengan sepenuh hati. Tidak semua komentar harus dipedulikan.

Dalam tahapan tertentu, ungkapan “anjing menggonggong, kafilah berlalu” sangat tepat. Ijtihad yang salah, tetap mendapatkan pahala. Yang salah adalah mereka yang tidak pernah membuat keputusan.

Kedua, sebelum mengomentari sesuatu, cari informasi yang lengkap untuk mengungkap “behind the scene”.

Kalau memang semua informasi yang didapat mengarah kepada sesuatu yang tidak bijak, baik, sopan, etis, dan patut, saatnya berkomentar.

Bahkan seringkali komentar saja tidak cukup. Aksi nyata untuk meluruskan, termasuk terlibat dalam aksi yang sudah lurus, tentu akan lebih baik.

Sumber: http://fathulwahid.staff.uii.ac.id/2008/02/15/anak-bapak-dan-kuda


EmoticonEmoticon